Indonesia Menerima Pembayaran Pertama untuk Pengurangan Emisi di Kaltim
Onix News, Balikpapan – Indonesia telah menerima pembayaran pertama sebesar 20,9 juta dolar AS atau sekitar Rp 320 miliar berdasarkan kesepakatan pada penandatanganan Emission Reduction Payment Agreement (ERPA) antara Pemerintah Indonesia dengan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Bank Dunia.
Kesepakatan tersebut ditujukan untuk program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) atau upaya mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan akibat proses deforestasi dan degradasi hutan di provinsi Kalimantan Timur.
Disebutkan bahwa Indonesia akan menerima pembayaran hingga 110 juta dolar AS untuk pengurangan emisi dan deforestasi dan degradasi hutan yang terverifikasi.
Indonesia adalah negara pertama di Kawasan Asia Timur Pasifik yang menerima Pembayaran Berbasis Kinerja (Performance-based Payment) dan program FCPF. Pembayaran secara penuh baru diberikan setelah finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga (auditor indenden).
Pembayaran pertama tersebut akan digunakan sesuai dengan rencana yang tercantum pada Dokumen Benefit Sharing Plan (BSP) yang telah disusun oleh Pemerintah Indonesia dan sudah disampaikan ke FCPF pada Oktober 2021.
Mengacu pada dokumen tersebut, pembagian manfaat akan diberikan secara konsultatif, transparan dan partisipatif untuk memastikan bahwa semua pemangku kepentingan terkait dapat memperoleh manfaat dari pembayaran pengurangan emisi.
Pembayaran akan diberikan kepada pihak-pihak yang berkontribusi pada kegiatan pengurangan emisi di Provinsi Kalimantan Timur, di level Pusat (KLHK), Pemerintah Daerah, sampai ke level tapak (masyarakat).
“Program ini memberikan peluang bagi pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor bisnis, dan masyarakat untuk bersama-sama melindungi hutan Indonesia, dan menjadi pengakuan atas keberhasilan Indonesia dalam mengurangi deforestasi dan degradasi hutan,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.
Siti Nurbaya menyebut bahwa ini baru upaya awal untuk mengelola hutan secara berkelanjutan, dan akan terus dilakukan untuk mencapai target pengurangan emisi yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris, yakni mengatasi dampak perubahan iklim dan menempatkan Indonesia di jalur pembangunan hijau.
“Pengurangan emisi di Kalimantan Timur berhasil dicapai melalui beberapa perubahan kebijakan termasuk peningkatan tata kelola dan pemantauan hutan, restorasi ekosistem seperti pada lahan gambut dan mangrove, moratorium secara permanen untuk konversi lahan gambut dan hutan primer, program-program untuk memberikan kejelasan terkait kepemilikan lahan dan mendorong penghidupan bagi masyarakat pedesaan melalui program perhutanan sosial pemerintah dan kemitraan di sekitar kawasan konservasi,” lanjut Menteri LHK.
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor mengatakan bahwa Kalimantan Timur dan masyarakatnya adalah jantung dari pengelolaan lahan dan hutan yang berkelanjutan,.
“Kami akan memastikan bahwa semua pihak mendapatkan manfaat, terutama masyarakat setempat, termasuk masyarakat adat, dan hasil jangka panjang program dan pembayaran ini, termasuk mata pencaharian yang lebih baik, hutan yang lebih sehat, dan masyarakat yang lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim,” ujar Isran.
Dirinya berharap bahwa program ini akan menarik sumber pembiayaan lain karena pihaknya berkomitmen untuk mengurangi emisi-GRK dan deforestasi dan degradasi hutan dalam jangka panjang.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen mengatakan pembayaran ini akan membangun kepercayaan terhadap sistem pembayaran berbasis kinerja di tingkat internasional dan nasional, sebagai perangkat penting untuk mendorong mitigasi perubahan iklim.
“Kami menghargai penurunan laju deforestasi yang berhasil dilakukan oleh Indonesia selama lima tahun terakhir dan kami berupaya untuk terus mendukung transisi menuju ekonomi hijau,” tandasnya.