Hingga Bulan Mei Tahun Ini, Angka Perceraian di Balikpapan Masih Tinggi

Onix News, Balikpapan – Sesuai amanat pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, serta pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, salah satu kewenangan Pengadilan Agama yang paling banyak adalah memutus perkara perceraian.

Dari data Pengadilan Agama Kota Balikpapan di tahun 2021, ada 2.917 perkara yang masuk ke meja pengadilan, 2.786 perkara telah diputuskan. Berarti 95,51% telah terselesaikan dan menyisakan 131 perkara yang belum jatuh putusan.

Dari 2.917 perkara tahun lalu tersebut, kasus perceraian mendominasi dengan rincian 524 cerai talak dan 1.492 cerai gugat.

Sementara untuk tahun ini di rentang waktu antara bulan Januari hingga Mei saja, kantor Pengadilan Agama Kota Balikpapan telah menangani 179 perkara cerai talak dan 564 perkara cerai gugat dengan total 743 perkara perceraian.

“Perkara perceraian paling banyak. Kami tekankan pentingnya kolaborasi dan sinergi antar stakeholder, jadi di hulu harus ada penasehatan, konseling, untuk menurunkan angka perceraian ini,” ujar Ketua Pengadilan Agama Balikpapan Darmuji, Senin (23/5).

Darmuji juga memaparkan program nasional jangka menengah dan jangka panjang, yakni sosialisasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Disitu dijelaskan, usia perkawinan oleh calon mempelai laki laki 19 tahun perempuan 17 tahun, dimana pada UU 1974 lalu usia perkawinan yang perempuan 16 tahun,” ujar Darmuji, merinci perubahan tersebut.

Dengan adanya perubahan tersebut, Darmuji mengaku banyak yang mengajukan dispensasi perkawinan. “Disinilah perlunya sinergi tadi dengan adanya penambahan perkara pernikahan usia dini,” jelasnya.

“Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 itu mengamanatkan, bagi calon mempelai laki-laki yang belum berumur 19 tahun dan perempuannya belum 17 tahun boleh dinikahkan, asal mendapatkan dispensasi kawin dari Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri bagi yang non-muslim,” tambahnya.

“Sehingga dalam hal ini mahkamah agung memberikan regulasi supaya pedoman persidangan dispensasi kawin berjalan baik, ditinjau dari sisi sosiologis, psikologis, fisik, mental, dan sebagainya. Sehingga pernikahan dini tidak membawa dampak negatif dari segi finansialnya dan kualitas keturunannya,” jelas Darmuji.

Untuk itulah Darmuji memandang perlu dukungan dari Pemerintah Kota Balikpapan dan menilai perlu sinergi dengan berbagai pihak seperti DP2AKB dan Dinas Kesehatan untuk konseling, dan Disdikbud untuk wajib belajar 12 tahun.