Hari Buruh Internasional, Upah Kerja Tak Sebanding Biaya Hidup di Balikpapan
Onix news, Balikpapan – Memperingati Hari Buruh Internasional ratusan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kalimantan Timur, Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi), Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI), Serikat Pekerja Buruh Refinery Development Master Plan (RDMP) dan lainnya melakukan aksi unjuk rasa di halaman belakang Gedung DPRD Kota Balikpapan, Senin (01/05/2023).
Rona Fortuna selaku Penasehat Federasi mewakili buruh menyampaikan pihaknya memiliki 7 poin tuntutan diantaranya menolak upah murah, pengesahan Perda Ketenagakerjaan yang memastikan 70 persen penyerapan tenaga kerja lokal, peningkatan pengawasan BPJS Ketenagakerjaan, maksimalisasi dewan pengawas dari unsur buruh, peningkatan kualitas SDM kaum buruh dengan memaksimalkan CSR untuk pelatihan dan training, menolak jam kerja 12 jam tanpa kompensasi dan peningkatan pengawasan Tenaga Kerja Asing.

Rona menegaskan bahwa kesejahteraan kaum buruh di Balikpapan masih jauh dibawah standar, hal ini tidak sebanding dengan berbagai proyek strategis yang ada di Balikpapan, serta kenaikan upah kerja sebesar Rp 3,2 juta dinilai tidak sebanding dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.
“Kalau kita dengar luar biasa gembar-gembor kenaikan gaji, tapi ternyata naiknya cuma seribu dua ribu dibanding dengan daerah lain, padahal di Balikpapan ini harga sembako mahal. Daerah lain sembako murah tapi UMR tinggi. Sedangkan kita UMR rendah harga-harga sembako tinggi,” koar Rona.
Upah yang masih rendah bagi buruh tentunya berdampak terhadap kesejahteraan buruh dan keluarganya. Rona juga menaruh atensi yang tinggi bagi kaum buruh di kalangan pekerja Café dan took yang bahkan tidak menerima gaji sesuai UMK.
“Yang paling kami miris khususnya buruh-buruh café dan toko, syukur kalau pimpinannya mengerti dan diikutkan BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, yang kami khawatirkan sudah tidak sesuai UMK, tidak ada BPJS, setahun dapatnya Cuma Rp 10 juta, kan gak sebanding biaya hidup di Balikpapan,” tuturnya.
Dengan kondisi tersebut Rona berharap para pengusaha di Balikpapan dapat lebih mengerti tentang hak-hak pekerjanya.
“Makanya harusnya para pengusaha itu lebih mengerti, mereka bekerja karena kebutuhan, bekerja karena butuh meski gajinya kecil karena tuntutan kebutuhan hidup, sementara biaya hidup kita disini aja tinggi,” tegasnya.
Pada kesempatan tersebut ia juga menyampaikan bahwa penyerapan tenaga kerja lokal pada proyek strategis nasional yang ada di Kota Minyak dinilai masih sangat minim. Proyek strategis nasional di Balikpapan, Kalimantan Timur harusnya dapat berimbas positif dalam penyerapan tenaga kerja lokal, bukan justru Tenaga Kerja Asing maupun luar daerah.
“Kami tahu project yang ada di Balikpapan dan Kaltim, jadi tolong harus ada kebijakan khusus yang memuat prioritas anak daerah. Secara global sudah ada komunikasi dan keinginan Pemerintah yang ingin mengikutsertakan tapi ternyata ada miss komunikasi mengenai persyaratan tenaga kerjanya,” ucapnya
Dia menyayangkan persyaratan untuk diserap sebagai tenaga kerja pada proyek strategis tersebut tidak disampaikan secara utuh seperti standar Pendidikan hingga hal-hal yang harus dikerjakan dan disiapkan, sehingga kesempatan tenaga kerja lokal tidak terserap maksimal.
“Kami gak pernah dikomunikasikan secara intens terhadap apa yang diperjuangkan terhadap buruh-buruh di Balikpapan,” tutupnya.